PENGIN CEPAT MATI
Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA
Beratnya ujian hidup, semisal sakit parah atau ekonomi sulit, terkadang membuat seseorang putus asa. Merasa tidak kuat hidup. Ingin segera diwafatkan. Dengan asumsi penderitaannya bakal berakhir.
Bolehkah seorang muslim memiliki keinginan seperti itu? Mari kita simak hadits sahih berikut ini:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا، فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي”
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh seseorang menginginkan segera diwafatkan, hanya lantaran kesusahan duniawi yang dialaminya. Jika amat terpaksa, hendaklah ia berdoa, “Ya Allah panjangkan umurku, bila hidup ini lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, bila memang kematian lebih baik untukku”. HR. Bukhari dan Muslim.
Hadits ini mengajarkan pada kita untuk tetap berpikir jernih, seberat apapun ujian. Belum tentu juga kematian yang disegerakan itu solusi terbaik. Maka yang paling tepat adalah memasrahkan nasib kepada Allah ta’ala. Terserah Dia apa yang bakal ditentukan oleh-Nya.
Kita semua mengetahui bahwa setelah kehidupan dunia ini masih ada kehidupan lain. Justru kehidupan kedua itu lebih lama. Yakni kehidupan akhirat. Di sana bakal berujung hanya kepada salah satu dari dua kondisi. Kebahagiaan abadi atau kesengsaraan abadi. Rapor kehidupan kita di dunia akan sangat berperan untuk menentukan nasib kita di akhirat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “لاَ يَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ المَوْتَ؛ إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ يَزْدَادُ، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ يَسْتَعْتِبُ“
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seseorang tidak boleh menginginkan segera mati. Sebab bila dia orang salih, maka ia bisa menambah amal kebaikan. Sebaliknya bila ia bergelimang dosa, maka ia bisa bertaubat”. HR. Bukhari.
Dalam riwayat lain disebutkan,
“لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ، وَلَا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ، إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ، وَإِنَّهُ لَا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلَّا خَيْرًا“
“Seseorang tidak boleh menginginkan segera mati. Tidak boleh ia meminta kematian sebelum waktunya. Sesungguhnya bila ia mati, maka amalannya bakal terputus. Orang yang beriman itu semakin panjang umurnya, maka akan semakin banyak amal salihnya”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyalllahu ‘anhu.
Dikisahkan ada dua orang masuk Islam di zaman Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam. Katakanlah si A dan si B. Tidak lama kemudian si A mati syahid di medan perang. Sedangkan si B wafat setahun kemudian. Salah satu sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Thalhah bermimpi melihat surga. Ia menyaksikan si B masuk surga duluan sebelum si A. Ia pun keheranan. Pagi harinya ia ceritakan mimpi itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliaupun bersabda,
“أَلَيْسَ قَدْ صَامَ بَعْدَهُ رَمَضَانَ! وَصَلَّى سِتَّةَ آلافِ رَكْعَةٍ أَوْ كَذَا وَكَذَا رَكْعَةً! صَلاةَ السَّنَةِ“
“Bukankah setelah wafatnya si A, si B masih bisa berpuasa Ramadhan sekali lagi? Dia juga menunaikan 6000 raka’at shalat selama setahun?”. HR. Ahmad dan isnadnya dinilai hasan oleh al-‘Ajluniy.
@ Kereta Api Bogowonto Yogyakarta-Purwokerto, 28 Shafar 1440 / 6 Nopember 2018